Sindonews.com -
Atlantis, mungkin anda sudah tak asing mendengar nama itu. Percaya atau
tidak, Benua Atlantis yang telah lama hilang selama berabad-abad itu
terletak di Asia Tenggara, tepatnya di Indonesia.
Dahulu kala di
zaman peradaban pulau Sumatra, Jawa, Kalimantan, Negara Singapura juga
Malaysia bagian barat dan Selat Sunda menyatu daratannya. Dulu wilayah
tersebut sering disebut-sebut Sunda Island.
Adalah Profesor
Arysio Santos yang menyimpulkan bahwa setelah melakukan penelitian
selama 30 tahun terakhir, dirinya meyakini benua Atlantis adalah
Indonesia.
“Profesor Santos memperoleh keyakinan setelah
melakukan penelitian kalau Indonesia adalah Atlantis yang hilang,”
jelas Jimly Asshiddiqie (Dikutip Koran Sindo).
Menurut
Jimly, karya Santos yang kemudian dibukukan dengan judul ‘Atlantis,
The Lost Continent Finally Found’ didukung sejumlah fakta yang memang
mendekatkan Indonesia dengan Atlantis. Bahkan, kata Jimly, pernyataan
arkeolog, manusia tertua adalah Pithecanthropus Erectus semakin
mengindikasikan hal tersebut.
“Ada info dari arkeolog, manusia
tertua yakni pithecanthropus Erectus ya manusia Jawa. Jadi sangat
mungkin peradaban hebat itu sebenarnya dari Indonesia,” terang mantan
anggota Wantimpres ini.
Jimly menambahkan, kalau memang
memungkinkan, sebuah peradaban yang besar kemudian menghilang. Meski
sempat hilang dari sejarah bangsa Indonesia dan umat dunia, Jimly
menyarankan agar penelitian Santos ini dapat memotivasi bangsa Indonesia
agar bangkit dari situasi sekarang.
“Paling penting adalah
bahwa kita pernah hebat, ini (buku karya Santos) sebagai sumber
motivasi ke depan agar bisa maju,” tandas Jimly.
Sementara itu,
Direktur LIPI Profesor Dr Umar Anggara mengatakan agar temuan Santos
ini dijadikan motivasi para ilmuwan Indonesia untuk membuktikan
kebenarannya secara akademis.
“Saya harap buku ini bisa
menginspirasi bagi para ilmuwan untuk mencari kebenaran secara
akademik. Karena menyinggung Indonesia dan sudah sepatutnya kita yang
mencari tahu,” imbuh Umar. (Dikutip Trijaya)
Kehancuran Atlantis
Benua
Atlantis hilang di karenakan tenggelam oleh lautan dan bencana gempa
bumi, hingga mengakibatkan daratan Atlantis tenggelam hingga mencapai
dasar laut. Terlihat jelas bahwa ada bangunan-bangunan tua yang sudah
ada sejak berabad-abad di dasar laut di Selat Sunda.
Keberadaan
Kota Atlantis yang diperkirakan tenggelam 11.600 tahun lalu masih
menjadi misteri. Namun, ada satu dokumen yang menyebut Indonesia
merupakan wilayah Atlantis yang sebenarnya. Benarkah?.
Santos
meyakini benua menghilang akibat letusan beberapa gunung berapi yang
terjadi bersamaan pada akhir zaman es sekitar 11.600 tahun lalu. Di
antara gunung besar yang meletus zaman itu adalah Gunung Krakatau Purba
(induk Gunung Krakatau yang meletus pada 1883) yang konon letusannya
sanggup menggelapkan seluruh dunia. Letusan gunung berapi yang terjadi
bersamaan ini menimbulkan gempa, pencairan es, banjir, serta gelombang
tsunami sangat besar.
Saat gunung berapi itu meletus, ledakannya
membuka Selat Sunda. Peristiwa itu juga mengakibatkan tenggelamnya
sebagian permukaan bumi yang kemudian disebut Atlantis.
Bencana
mahadahsyat ini juga mengakibatkan punahnya hampir 70 persen spesies
mamalia yang hidup pada masa itu, termasuk manusia. Mereka yang selamat
kemudian berpencar ke berbagai penjuru dunia dengan membawa peradaban
mereka di wilayah baru.
“Kemungkinan besar dua atau tiga spesies
manusia seperti ‘hobbit’ yang baru-baru ini ditemukan di Pulau Flores
musnah dalam waktu yang hampir sama,” tulis Santos.
Sebelum
terjadinya bencana banjir itu, beberapa wilayah Indonesia seperti
Sumatera, Jawa, Kalimantan, dan Nusa Tenggara diyakini masih menyatu
dengan semenanjung Malaysia serta Benua Asia.
Menurut Santos,
pulau-pulau di Indonesia yang mencapai ribuan itu merupakan
puncak-puncak gunung dan dataran-dataran tinggi benua Atlantis yang dulu
tenggelam. Satu hal yang ditekankan Santos adalah banyak peneliti
selama ini terkecoh dengan nama Atlantis.
Mereka melihat
kedekatan nama Atlantis dengan Samudera Atlantik yang terletak di antara
Eropa, Amerika dan Afrika.Padahal pada masa kuno hingga era Christoper
Columbus atau sebelum ditemukannya Benua Amerika, Samudera Atlantik
yang dimaksud adalah terusan Samudra Pasifik dan Hindia.
Sekali
lagi Indonesia memiliki syarat untuk itu karena Indonesia berada di
antara dua samudera tersebut. Jika terdapat begitu banyak kemungkinan
Indonesia menjadi lokasi sesungguhnya Atlantis lalu, mengapa selama ini
nama Indonesia jarang disebut-sebut dalam referensi Atlantis?.
Santos
menilai keengganan Dunia Barat melakukan ekspedisi ataupun mengakui
Indonesia sebagai wilayah Atlantis adalah karena hal itu akan mengubah
catatan sejarah tentang siapa penemu perdaban. Dengan adanya sejumlah
bukti mengenai keberadaan Atlantis di Indonesia maka teori yang
mengatakan Barat sebagai penemu dan pusat peradaban dunia akan hancur.
“Kenyataan
Atlantis (berada di Indonesia) kemungkinan besar akan mengakibatkan
perlunya revisi besar-besaran dalam ilmu humaniora,seperti
antropologi,sejarah, linguistik, arkelogi, evolusi, paleantropologi dan
bahkan mungkin agama,” tulis Santos dalam bukunya.
Selain
Santos, banyak arkeolog Amerika Serikat yang juga meyakini Atlantis
adalah sebuah pulau besar bernama Sunda Land yang luasnya dua kali
negara India. Daratan itu kini tinggal Sumatra, Jawa dan Kalimantan.
Salah satu pulau di Indonesia yang kemungkinan bisa menjadi contoh
terbaik dari keberadaan sisa-sisa Atlantis adalah Pulau Natuna, Riau.
Berdasarkan
penelitian, gen yang dimiliki penduduk asli Natuna mirip dengan bangsa
Austronesia tertua. Rumpun bangsa Austronesia yang menjadi cikal bakal
bangsabangsa Asia merupakan sebuah fenomena besar dalam sejarah
keberadaan manusia.
Rumpun ini kini tersebar dari Madagaskar di
barat hingga Pulau Paskah di Timur. Rumpun bangsa ini juga melahirkan
1.200 bahasa yang kini tersebar di berbagai belahan bumi dan dipakai
lebih dari 300 juta orang.
Yang menarik, 80 persen dari rumpun
penutur bahasa Austronesia tinggal di Kepulauan Nusantara Indonesia.
Namun, pendapat Santos dkk yang meyakini bahwa Atlantis berada di
Indonesia ini masih harus dikaji karena kurang dilengkapi bukti-bukti.
Pakar
Geoteknologi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Prof Wahyu
Hantoro mengatakan analisa Santos masih berupa hipotesa.
Rabu, 18 September 2013
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar